14 Maret 2010

Guru Dituntut Kreatif

Oleh: Nuraini
"Guru yang menginsprirasi menghasilkan murid yang terinspirasi, sehingga guru harus bekerja keras mengembangkan diri dengan peningkatan brain, behavior, dan beauty," ujar Leila Mona Ganim, seorang dosen komunikasi kepada peserta pelatihan Padamu Guru Kupersembahkan, di Hotel Galuh, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (11/3).

Pelatihan yang diadakan Telkom bekerja sama dengan harian Republika tersebut juga menghadirkan sejumlah pembicara, di antaranya Indra Wisnu Wardhana (Kepala Kantor Perwakilan Republika DIY-Jawa Tengah), Rakhmat Januardy (Penggagas aplikasi SIAP Telkom), Putu Wijaya (Penulis dan Budayawan), dan Dewi Hughes (Praktisi Pendidikan).

Peningkatan kemampuan brain (otak), menurut Mona, harus terus dilakukan sepanjang hidup dengan Life Long Education. "Belajar sepanjang hayat ini semestinya diartikan dalam kenyataan, bukan hanya dalam tataran pernyataan. Walk your talk (jalani ucapanmu)," tutur Mona.

Pentingnya pengembangan pengetahuan guru didasari perkembangan ilmu pengetahuan yang terus bergerak maju selaras dengan majunya zaman. "Guru SD boleh mengembangkan kurikulum yang berdasar standar nasional," jelas Mona. Bahkan, Mona menganjurkan 60 guru se-Klaten tersebut untuk belajar sampai kualitas master. Pasalnya, baru sekitar 20 sampai 30 persen kemampuan otak yang biasanya dioptimalkan kinerjanya. Sisanya, menurut Mona, siap dikembangkan sampai level tertinggi.

Peningkatan kemampuan tersebut mempengaruhi kualitas pemahaman guru terhadap suatu pengetahun. Pemahaman tersebut sebenarnya menjadi kebutuhan guru. Hal ini lantaran, guru yang membuat murid paham. Namun, ketika guru telah paham materi, Mona menanyakan masalah yang biasa dihadapi guru. "Sanggup tidak guru membuat murid melakukan yang diinginkan guru?" ujar Mona.

Menyikapi permasalahan tersebut, guru dituntut kreatif dalam mengajar. Mona memberikan contoh salah satu guru kreatif, yakni Parman yang mengajar siswanya dengan media wayang kulit. Menurut Mona, kreativitas tersebut akan mempengaruhi kreativitas siswa. "Guru yang dapat membuat siswanya kreatif adalah guru hebat di dunia pendidikan," ujar Mona. Untuk itu, kata Mona, dibutuhkan seorang guru yang tidak berjarak dengan siswanya. Caranya dengan membuat suasana bersinergi antara guru dan siswa.

Untuk meningkatkan kreativitas, guru dapat memanfaatkan teknologi informasi (IT) seperti internet. Menurut Manajer Bisnis Performa Telkom, Raharjo, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari penggunaan internet. "Internet dapat menjawab pertanyaan melalui mesin pencari yang tersedia. Selain itu, materi belajar tersedia melimpah yang disediakan dalam perpustakaan digital dan ensklopedia online," ujarnya.

Meski banyak informasi, menurut Saiful Hidayat, Pakar IT dari Telkom, perlu ada penyaringan muatan informasi tersebut. Saiful menjelaskan, tidak semua informasi yang tersedia bermanfaat dan bermuatan positif. Contohnya situs porno yang mudah diakses melalui internet.

Saiful Hidayat menambahkan, internet telah menggeser norma. Generasi yang dihasilkan dalam era keterbukaan informasi cenderung menyukai kebebasan dan bermain. Sehingga, anak-anak sekarang tak bisa diperlakukan sama.

Hubungan antara guru dan siswa yang dulu berada dalam struktur hierarki pun telah berubah. Saat ini, siswa cenderung membangun hubungan persahabatan dengan guru. "Kalau dulu guru seperti bos, sekarang guru jadi fasilitator, " ujar Saiful. Dengan perubahan tersebut, penanaman nilai moral dan budi pekerti kepada siswa dinilai Saiful merupakan cara paling efektif untuk menanggulangi dampak buruk internet.

Perubahan sifat anak-anak sekarang juga diamini Putu Wijaya. "Anak-anak sekarang susah sekali disuruh diam, mereka suka kebebasan," ujar Putu.
Menurut dia, rasa kebangsaan mereka juga sudah mulai terkikis dan tidak toleran pada perbedaan. "Masa' kemarin saya ingin menyanyi lagu-lagu kebangsaan, anak-anak tidak ada yang bisa. Mereka justru tahu lagu pop," ungkap Putu.

Perubahan sifat pada anak-anak tersebut, menurut Putu, dipengaruhi oleh berbagai mainan yang tidak mendidik dan televisi. "Menjadi guru sekarang saingannya PS 2 (Play Station 2) dan pembantu," ujar Putu.

Orang tua yang sibuk menyerahkan asuhan anaknya pada pembantu dinilai Putu merugikan anak. Pasalnya, TV dimainkan sesuai selera pembantu yang memilih saluran tidak mendidik. "Saya tidak menjelekkan pembantu, tapi pembantu sekarang beda dengan yang dulu," ujar Putu.

Putu pun menyarankan agar guru memberikan pelajaran budi pekerti kepada siswanya. "Biar anak tidak jadi robot, " ujar Putu. Pelajaran tersebut dinilai dapat mengembalikan sifat anak menjadi santun dan toleran. ed: kelana


Komunikasi Guru dan Siswa

Cara pengajaran yang salah dari guru ternyata juga mempengaruhi sifat anak didik. Komunikasi guru dengan siswa yang disampaikan dengan kekerasan dan pelabelan, menurut praktisi pendidikan Dewi Hughes, dapat tersimpan di alam bawah sadar anak. "Kalau siswa dilempar sesuatu, sambil mengatakan bodoh, anak akan ingat terus," ujar Hughes. Cara tersebut dapat membentuk karakter dan doktrin dalam diri anak melalui sugesti yang ditanamkan di alam bawah sadar.

Hughes menjelaskan, alam sadar hanya berkapasitas sekitar 10 persen dalam otak manusia. Sisanya merupakan alam bawah sadar. Antara ruang sadar dan bawah sadar tersebut terdapat katub penyaring yang disebut Critical Factor (CF). Katub inilah yang menentukan materi yang masuk ke alam bawah sadar.

Katub ini bisa terbuka dengan sendirinya. Ketika katub tersebut terbuka, sugesti yang diberikan guru melalui komunikasi akan masuk ke alam bawah sadar. "Sugesti gampang menancap termasuk sugesti negatif," ujar Hughes.

Oleh karena itu, menurut Hughes, guru harus menanamkan sugesti yang sifatnya positif. "Bagus yang ditanam, akan bagus juga hasilnya, " ujar Hughes. ed: kelana. Sumber www.republika.co.id (S.Riyanto)

0 Comments: